Powered By Blogger

Jumat, 09 November 2012

pajak


 
ANALISIS KINERJA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN SRAGEN


ABSTRAC

Local tax and retribution local retribution is the source of important enough local finance in determining budget of local development. During the time in compiling monetary budget of local is always weared by goal system, what often times less base the potency which in fact.
Forthat need of local tax and retribution performance analysis trought contribution, ratio accreation of growth, mean, and proportion, with connectively the items, hence will know by potency of source of finance which in fact, according to his classification whether: Prima. Potential, Expanding, or Situated behind.
Keyword: tax. Retribution, finance, budget, potency.

PENDAHULUAN


Implementasi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 membawa angin segar terhadap demokratisasi dan pelaksanaan pembangunan di daerah, yaitu adanya kewenangan yang semakin besar untuk mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk kewenangan dalam menentukan anggaran. Implikasi positifnya, bahwa kewenangan penyusunan anggran program kegiatan yang aspiratif bagi masyarakat dan disesuaikan dengan potensi yang ada.

            Oleh karena itu, salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah, yang mempunyai posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas pelaksanaan pelayanan publik oleh pemerintah daerah, maka anggaran harus berorientasi pada kepentingan masyarakat (client centered), yang menuntut transparasi informasi anggaran kepada          


publik dan termuat dalam laporan keuangan daerah

 
            Secara empiris diketahui, bahwa dalam pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam rangka otonomi daerah) terdapat kontradiksi, yaitu disatu pihak asas desentralisasi mempunyai konsekuensi adanya penyerahaan urusan kepada daerah kabupaten/daerah kota tetapi dilain pihak kewenangan untuk mengoptimalkan kemampuan keuangan (khususnya PAD) tidak semuanya diberikan pada daerah, sekalipun ada berbagai perubahan pembagian penerimaan sebagai political will dari pemerintah pusat. Namun demikian kemampuan keuangan daerah pada umumnya masih sangat rendah.
            Permasalahan pokok dalam mewujudkan kemandirian pemerintah Kota/Kabupaten, dapat dilihat dari kemampuan daerah dalam membiayai sendiri jalannya roda pembangunan di daerahnya, atau dengan kata lain dapat dilihat dari ratio PAD terhadap APBD. Pada umumnya menunjukkan bahwa rata-rata besarnya kontribusi PAD terhadap APBD hanya berkisar 20%.
            Berbagai penelitian-penelitian menunjukkan bahwa PAD belum banyak tergali. Rendahnya penggalian disebabkan karena (1) Sosialisasi pajak daerah (tax education) yang rendah, (2) Sistem dan Prosedur koleksi PAD yang lemah dan (3) Estimasi PAD yang lebih rendah dari potensi sebenarnya. (Mardiasmo dan Makhfatih, 2000 ; Makhfatih, 200).
            Rendahnya edukasi pajak disebabkan karena kurang pahamnya masyarakat dalam memahami hasil pungutan dan alokasinya. Pada umumnya penerimaan pajak dimasukkan dalam penerimaan umum. Sementara masing-masing pungutan baik itu sifatnya pajak atau retribusi mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Sebagai contoh adalah Retribusi pasar mestinya digunakan sebagai “ongkos ganti”. (user charge) pengeluaran aktivitas dalam operasional dan pengembangan pasar. Manakala semua penerimaan pajak maupun retribusi dimasukkan dalam penerimaan umum, maka masyarakat tidak tahu aktivitas atau manfaat dari membanyar pajak atau retribusi.
            Berkait dengan potensi Penerimaan daerah, yang dimaksud dengan Potensi penerimaan daerah adalah kekuataan yang ada disuatu daerah untuk menghasilkan penerimaan tertentu. UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, memberi peluang yang “lebih banyak” kepada daerah unutk menggali potensi, sekaligus melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan. Melalui pendeteksian, analisis berbagi potensi yang sudah ada dan mungkin digali maka akan diketahui bagaimana sebenarnya potensi PAD suatu daerah tersebut. Sehingga estimasi yang jauh dari data potensi daerah dapat dihindarkan. Sekaligus akan memberikan modal bagi perencanaan pengembangan dan pembangunan daerah. Peningnya analisis potensi ayat-ayat PAD ini akan memberikan kontribusi dalam penyusunan anggaran, yang tidak hanya mendasarkan target dan realisasi tahun sebelumnya namun lebih mendasarkan pada potensi yang sesungguhnya. Dalam hal ini ayat-ayat PAD yang dianggap cukup penting adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Sistem target dan realisasi, kurang menjamin untuk menunjukkan kinerja pendapatan daerah, karena pada dasarnya sistem target realisasi hanya mendasarkan kepada kemampuan kinerja tahun sebelumnya, kemudian dengan melakukan prediksi dengan menaikkan beberapa prosen saja untuk perencanaan atau target tahun depannya, tanpa mendasarkan pada potensi sebenarnya.

 
            (Untuk itu dalam membuat perencanaan (target) penerimaan daerah, terutama yang bersumber pada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan selanjutnya bisa mengambil langkah apa, sehingga bisa meningkatkan penerimaan mengoptimalkan potensi yang ada). Maka, penelitian ini akan melakukan analisis terhadap potensi PAD, khhususnya dari potensi pajak daerah dan Retribusi Daerah, secara potensial (sebagai sumber pendapatan) apakah suatu jenis pajak atau retribusi termasuk jenis pajak: prima, potensial, berkembang atau sebagai sumber pendapatan yang terbelakang.
            Penelitian ini dilakukan dikabupaten Sragen, dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, mencoba untuk memberikan gambaran mengenai besarnya potensi Pajak daerah dan beberapa retribusi daerah yang kontribusinya dapat diharapkan. Data utama yang digunakan adalah data sekunder, tentang pendapatan asli daerah, khususnya pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah (laporan pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah tahun 2002 dengan tahun 2003).

 
        Analisis data dengan menggunakan: ratio pertumbuhan, ratio tambahan, proporsi, sedangkan untuk menentukan klasifikasi jenis pajak atau retribusi digunakan hubungan ratio-ratio dalam tabel :


Merupakan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang dimiliki agar siap mengantisipasi era globalisasi, melalui reformasi dibidang keuangan yang diupayakan untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi hambatan-hambatan non-tarif, misalnya dengan deregulasi. Salah satu langkah untuk mengantisipasi era globalisasi adalah dengan pembenahan kebijakan fiskal. Yaitu kebijakan yang mengatur sumber-sumber pendapatan suatu negara dan bagaimana sumber-sumber tersebut dialokasikan.
            Pendapatan daerah adalah semua perolehan uang/dana bagi daerah yang digunakan untuk pembiayaan urusan-urusan pemerintahan dan pembangunan didaerah atau merupakan suatu anggaran daerah dalam menjalankan roda pemerintahan (yang termasuk dalam APBD). Sedangkan Pendapatan asli Daerah (PAD) adalah uang / dana yang diperoleh / digali dari usaha daerah itu sendiri dengan kewenangan yang ada padanya.
            Menurut Mudrajad (1995), yang meneliti tentang PAD, menyatakan bahwa: “komponen yang paling dominan mendukung PAD adalah komponen pajak daerah dan komponen retribusi daerah”. Kedua sumber penerimaan itu merupakan” Sumber Penerimaan yang Ideal”, artinya apapun bentuknya baik itu pajak atau retribusi pelayanan (yang termasuk non pajak) mempunyai fungsi: (1) Fungsi Budgeter, adalah fungsi anggaran, yaitu sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran negara. Fungsi ini mempunyai sifat “ajeg dan selalu meningkat”. Kriteria ajeg dalam arti selalu dapat diharapkan memmenuhi kas negara, sedangkan kriteria selalu meningkat, artinya akan selalu mengalami kenaikan pemasukan. (2) Fungsi Regulernt (Fungsi Pengaturan), yaitu sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, (mengatur

 
redistribusi barang dan jasa) dalam hal ini termasuk layanan. (Mardiasmo, 1995).
            Jenis penerimaan negara atau daerah yang memenuhi kedua fungsi tersebut secara utuh adalah penerimaan dari jenis pajak. Sedangkan untuk rfetribusi lebih menonjolkan fungsi anggarannya (Budgeter), yang pada dasarnya fungsi ini harus memenuhi criteria “ajeg” dan selalu “ meningkat”. Kriteria “ajeg” dalam arti retribusi tersebut bisa diharapkan memenuhi kas negara / pemerintah, sedangkan kriteria “selalu meningkat” artinya sektor itu diharapkan akan selalu mengalami kenaikan pemasukan.
            Sebagai sumber penerimaan yang ideal, maka pajak daerah dan retribusi daerah, merupakan assesment potensi keuangan daerah, yang dimaksud adalah merupakan kekuatan yang ada pada suatu daerah, untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Sejauh mana pajak dan retribusi daerah tersebut dapat menjadi kekuatan atau sumber penerimaan, bisa dilihat sejauh mana kinerja potensinya.
            Kinerja atau performence merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjkaan terhadap pencapaian tujuan yang telah ditentukan, termasuk informasi efisiensi penggunaan sumber dan perbandingannya dengan target, efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan. (Robertson, 2002). Kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of Work) yang memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan strategic organisasi dalam kontribusi ekonomi. (Roger, 1994).
            Penarikan atau pungutan pajak daerah, maupun retribusi daerah harus bersifat ekonomis, efisien dan adil (economic, efficiency and equity) namun juga harus sederhana dalam sistem administrasinya. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pengumpulan pajak daerah dan retribusi daerah agar bisa meningkatkan PAD antara lain:
a.       Dimilikinya sistem Akuntansi yang memadai sehingga dapat dipastikan bahwa uang yang dikumpulkan telah diposting ke rekening pemerintah daerah secara benar, dan ada keamanan yang cukup dari bahaya pencurian, hilang atau salah hitung.
b.      Checking sistem, pada setiap tahap sangat perlu bahwa catatan-catatan tersebut di Cross-Checked, dan pengecekan mendadak (Spot Check) dilakukan oleh staff senior secara acak.
c.       Pelaporan hasil pengumpulan PAD perlu dimonitor secara teratur dibandingkan dengan target dan potensi, dan hasilnya dilaporkan kepada staf senior yang memiliki kewenangan mengambil keputusan bila terjadi masalah.
d.      Metode menghitung potensi PAD yang efektif. (Mardiasmo, 2001)

 
Sementara untuk melihat Kinerja Pendapatan / penerimaan daerah, berdasarkan model Penyusunan Program dan Strategi Anggaran, dalam Wisnu Untoro Dkk. (2000) dapat ditentukan oleh beberapa indikator / kriteria L1) Pertumbuhan, Pertumbuhan penerimaan daerah merupakan indikator untuk melihat sejauh mana perkembangan suatu ayat penerimaan dari tahun ketahun. Pertumbuhan dapat meningkat atau menurun dan biasanya dinyatakan dalam prosentase. (2) Kontribusi / Proporsi dari ayat penerimaan daerah merupakan peranan atau sumbangan  yang diukur dalam bentuk prosentase suatu ayat penerimaan terhadap total ayat penerimaan (pajak/retribusi) terhadap total penerimaan asli daerah (PAD). Semakin besar angka kontribusinya ini berarti semakin bermakna sumbangan ayat penerimaan daerah tersebut dalam membentuk total penerimaan (pajak / retribusi) atau total PAD.
Selanjutnya untuk menilai Kinerja Ayat penerimaan Daerah, yang selanjutnya digunakan untuk menentukan potensi (mengklasifikasi) ayat penerimaan menjadi 4 klasifikasi yaitu: (1) Penerimaan Prima, Jika ratio tambahan (pertumbuhan) jenis pajak atau retribusi daerah keduanya lebih besar atau sama dengan satu, (2) Penerimaan Potensial, jika ratio tambahan pertumbuhan jenis pajak atau retribusi daerah lebih kecil atau sama dengan satu dan ratio proporsi atau sumbangannya terhadap rata-rata total penerimaan pajak atau retribusi daerah lebih besar atau sama dengan satu. (3) Berkembang, jika ratio pertambahan pertumbuhan jenis pajak atau retribusi daerah lebih besar atau sama dengan satu dan ratio proporsi atau sumbangannya terhadap rata-rata total penerimaan pajak atau retribusi daerah lebih besar atau sama dengan satu. (4) Terbelakang Jika  ratio Pertambahan pertumbuhan jenis pajak atau retribusi daerah dan ratio proporsinya atau sumbangannya terhadap rata-rata total penerimaan pajak atau retribusi daerah keduanya lebih kecil atau sama dengan satu (Masykur Wiratmo, makalah, 2001).

 
Jika diperhatikan untuk menentukan klasifikasi jenis pajak atau retribusi diperlukan dua indikator pokok, yaitu: (1) Ratio Proporsi, ini merupakan perbandingan antara realisasi suatu ayat pajak / retribusi dengan rerata pajak atau retribusi daerah. Rerata pajak atau retribusi dapat dihitung dari jumlah seluruh pajak atau retribusi dibagi dengan jumlah ayat pajak/retribusi. (2) Ratio tambahan Pertumbuhan, ratio ini membandingkan pertumbuhan ayat pajak / retribusi dengan pertumbuhan total pajak atau retribusi.
Alternatif kebijakan atau upaya yang dapat diambil atau diterapkan dalam usaha meningkatkan setiap jenis klasifiakasi yang disebut diatas akan berbeda-beda. Jika jenis pajak atau retribusi termasuk prima, maka kebijaksanaan yang telah diterapkan pada tahun-tahun sebelumnya dapat tetap digunakan dengan mempertahankan tingkat pertumbuhan dan kontribusinya. Jika Potensial, maka upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengintensifkan pemungutan dari sumber penerimaan yang ada sehingga terjadi pertumbuhan penerimaan. Untuk pajak atau retribusi dengan klasifikasi Berkembang, upaya peningkatan yang dilakukan adalah dengan menggali sumber-sumber baru dengan tingkat pertumbuhan seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Jika pajak atau retribusi dalam klasifikasi terbelakang, maka upaya peningkatannya dilakukan dengan menggali sumber-sumber penerimaan baru dan meningkatkan penerimaan dari tahun sebelumnya dari sumber peneriman yang ada.
Pada penelitian ini menggunakan data perolehan dari pajak dan retribusi daerah dengan tahun dasar 2002 dan perkembangan perolehan tahun 2003. berikut perolehan dari masing-masing ayat pajak dan retribusi:





 
Tabel 1
Realisasi Pajak Daerah Tahun 2002 – 2003
(dalam ribuan rupiah)

Jenis Pajak
Tahun 2002
Tahun 2003
P. Hotel
P. Restoran
P. Huburan
P. Reklame
P. Penerangan Jalan
P. Pengamb. Gol.C
22.091,1
70.560,2
22.776,8
42.074,4
3.898.092,4
20.548,7
22.170,0
82.661,3
25.027,2
53.275,4
4.726.031,7
25.263,2

Jumlah

4.076.143k6
4.934.428k8
Sumber: Didpenda Kab.Sragen


Berdasarkan hasil diatas, data realisasi penerimaan pajak retribusi daerah tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 ini akan dilakukan analisis, tentang potensi sumber penerimaan. Seberapa jauh pertumbuhan dan proporsi pajak daerah maupun retribusi daerah pada tahun tersebut, dan bagaimana potensi yang sebenarnya, apakah ayat-ayat penerimaan tersebut sebagai sumber penerimaan yang dikategorikan sebagai potensi yang Prima, Potensial, Berkembang atau justru terbelakang.
            Analisis dilakukan terhadap jenis pajak daerah terlebih dahulu, berdasarkan perhitungan maka pertumbuhan pajak daerah pada tahun 2002 ke 2003 sebesar 21,1 %. Sedangkan rata-rata penerimaan pajak daerah pada tahun 2003 sebesar Rp. 822.404,180,-









 
Tabel 2
Hasil Perhitungan Pertumbuhan, Ratio Pertumbuhan dan Proporsi
Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2002 – 2003

Jenis Pajak
Pertumbuhan
(%)
R. Pertambahan
R. Proporsi
P. Hotel
P. Restoran
P. Hiburan
P. Reklame
P. Penerangan Jalan
P. Galian C.
0,35
17,1
9,8
26,6
21,2
22,2
0,02
0,8
0,5
1,3
1,0
1,1
0,03
0,1
0,03
0,06
5,7
0,03
Sumber: hasil analisis data sekunder


Dengan mendasarkan pada tabel tersebut maka, khususnya menghubungkan antara ratio tambahan dengan ratio proporsi, maka dapat ditentukan klasifikasi potensi pajak daerah: (1) Pajak Hotel, dengan ratio tambahan 0,02 dan ratio Proporsi 0,03 maka pajak hotel termasuk Pajak Terbelakang. (2) Pajak Restoran dengan ratio tambahan 0,8 dan ratio proporsi 0,1 maka pajak Restoran termasuk Pajak Terbelakang. (3) Pajak Hiburan. Dengan ratio tambahan 0,5 dan ratio proporsi 0,03 maka pajak hiburan juga termasuk pajak terbelakang. (4) Pajak Reklame dengan ratio tambahan 1,3 dan ratio proporsi 0,6 maka pajak Reklame termasuk Pajak Berkembang. (5) Untuk Pajak Penerangan Jalan, dengan ratio tambahan 1,0 dan proporsi 5,7 maka pajak Penerangan jalan termasuk Pajak Prima, dan (6) Pajak Galian C. dengan ratio tambahan 1,1 serta proporsinya hanya 0,003, maka pajak galian C termasuk Pajak Berkembang.
            Selanjutnya adalah hasil analisis dari 11 jenis retribusi yang dipilih, dengan pertimbangan perolehannya cukup tinggi dari 29 jenis retribusi yang dipungut di Sragen. Berdasarkan hasil perhitungan selama 2 tahun, yaitu pada tahun 2002 total penerimaan retribusi sebesar Rp 12.125.303.500,- dan pada tahun 2003 naik menjai Rp. 15.538.286.400,- maka ppertumbuhan retribusi daerah sebesar 28,1 % dan rata-rata penerimaan retribusi pada tahun 2003 sebesar Rp 535.803.000,-. Selanjutnya untuk kepentingan analisis ini tidak semua dilakukan perhitungan, namun hanya menganalisis ayat retribusi yang ,penerimaannya cukup besar, ada 11 ayat retribusi yang akan dianalisis, selengkapnya lihat tabel berikut:

 



Tabel 3
Beberapa jenis retribusi yang Penerimaannya Cukup Tinggi

Jenis retribusi
Th. 2002
Th. 2003
2. Retr. Pelay. Kesh
3. Retr. Pelai. Sampah
4. Retr. Biaya Cetak
5. Retr. Pasar
6. Retr. P. Kekay. Darh
7. Retr. Psr. Gros & Toko
8. Retr. Terminal
9. Retr. Rekreasi & OR
10. Retr. IMB
11. Retr. Ijin gangguan
12. Retr. Pely. Adm

6.503.623,5
201.539,9
795.643,5
2.115.921,7
247.780,8
393.017,1
135.785,2
358.628,6
471.870.,2
219.111,0
1983.163,7
9.160.902,5
225.624,0
660.187,5
2.533.444,2
385.278,6
184.101,6
399.336,6
357.278,3
303.393,3
201.747,4
196.643,4
Jumlah
11.645.084,0
14.610.437,4
Sumber: Dispenda Kab. Sragen.


Dengan mendasarkan tabel penerimaan selama 2 tahun tersebut, dan diketahui besarnya pertumbuhan secara total dan nilai rerata, maka dapat diperoleh ratio tambahan maupun proporsi masing-masing ayat retribusi, berikut hasil perhitungan:


 
Tabel 5
Hasil Perhitungan, Ratio Tambahan dan Proporsi
Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah Th. 2002 – 2003
Jenis Retribusi
Pertumbuhan (%)
R. Tambahan
Proporsi
Retr. Pelay. Kesh
Retr. Pelay. Sampah
Retr. Biaya Cetak
Retr. Pasar
Rtr. P. Kekay. Darh
Rtr. Psr Gros & Toko
Rtr. Terminal
Retr. Rekreasi & OR
Retr. Ijin Gangguan
Retr. Pely. Adm
40,8
7,2
-17,0
19,7
55,5
1,6
35,6
-0.4
-35,5
-7,9
1,8
1,5
0,3
-0,6
1,9
1,9
0,05
1,3
-0,01
-1,2
-0,3
0,06
17,3
0,4
1,3
4,8
0,7
0,8
0,3
0,7
0,6
0,4
0,4
Sumber: Hasil analisis data Sekunder


Berdasarkan tabel perhitungan diatas, maka dapat diklasifikasi jenis retribusi tersebut, sebagai berikut: (1) Ret.Pely. Kesehatan, dengan ratio tambahan 1,5 dan proporsi 17,3 maka Ret. Tersebut termasuk Retribusi Prima. (2) Ret. Pelay. Sampah dengan ratio tambahan 0,3 dan 0,4 maka termasuk Retribusi Terbelakang. (3) Ret Biaya Cetak dengan ratio tambahan – 0,6 dan proporsi 1,3 maka retribusi ini sebagai retribusi yang Potensial. (4) ret. Pasar, dengan ratio tambahan 1,9 dan proporsi 4,8 termasuk retribusi Prima. (5) Ret. Pemakaian Kekay. Daerah, dengan ratio tambahan 1,9 dan proporsi 0,7 maka termasuk ret. Berkembang. (7) Ret. Grosir dan Toko, dengan ratio tambahan 0,05 dan proporsi 0,8 yang keduanya kurang dari satu, maka termasuk Retribusi terbelakang. (8) ret. Tempat rekreasi dan Olah Raga, dengan ratio tambahan –0,01 dengan proporsi 0,7, maka termasuk Retribusi terbelakang (9) Ret. IMB, hasil perhitungan ratio hanya – 1,3 dan proporsi 0,4 maka masuk kategori retribusi Terbelakang. (10) ret. Ijin Gangguan, dengan ratio tambahan - 0,3 dan proporsi 0,4 juga termasuk retribusi Terbelakang. (11) ret. Pelayanan Administrasi, dengan Ratio tambahan sebesar 0,06 dan proporsi 0,4, maka juga termasuk Retribusi Terbelakang.
            Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja pajak daerah dan retribusi daerah dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kenaikan target. Sedangkan untuk mengetahui potensi yang sebenarnya, dari sumber penerimaan dengan analisis kinerja dengan menggunakan ratio tambahan pertumbuhan dengan proporsi masing-masing ayat sehingga potensi itu dapat dikalifikasikan dengan kategori: Prima, Potensial, berkembang, Maupun Terbelakang.

 
            Untuk penerimaan pajak, pertumbuhan yang dicapai dari tahun 2002 ke 2003 mencapai :21,1% dengan rata-rata pendapatan dari masing-masing ayat pajak sebesar Rp. 822.404.800,- Dari ke-6 jenis pajak yang dipungut di Kabupaten Sragen maka hanya pajak penerangan jalan saja yang potensialnya dapat masuk klasifikasi Prima, ada 2 yang berkembang dan 3 yang terbelakang.
            Sedangkan untuk retribusi daerah, sebagaimana dijelaskan didepan, bahwa untuk kabupaten Sragen pada tahun 2002 ada 30 jenis retribusi, dan pada tahun 2003 ada 29 jenis, namun untuk kepentingan analisis penelitian ini hanya diambil 11 jenis dengan pertumbuhannya sebesar 28,1% dan rata-rata pendapatan tahun 2003 sebesar Rp. 527.940.800,- dari analisis 11 jenis retribusi hanya ada 2 retribusi Prima (Retribusi pelayanan Kesehatan dan retribusi Pasar), sedang yang potensial hanya 1, yang berkembang ada 2 dan sisanya masih dalam kategori terbelakang.
            Jika termasuk dalam kategori Prima, maka harus dipertahankan, jika termasuk dalam kategori Potensial. Maka yang dilakukan adalah mengintensifkan yang sudah ada biar tercapai pertumbuhan. Jika termasuk penerimaan berkembang, maka harus dilakukan langkah ekstensifikasi, dan jika termasuk yang terbelakang, maka justru perlu adanya evaluasi, apakah termasuk sumber penerimaan yang menguntungkan atau jenis akan merugikan.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Makhfatih, 2001, Makalah: Upaya Peningkatan PAD, Surakarta: Workshop: Manajemen Keuangan Daerah

Mardiasmo, 1995, perpajakan, Edisi 5. Yogyakarta: ANDI

Mardiasmo dan A. Makhfatih, 200, studi Potensi Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Magelang, Magelang: Penelitian

Mardiasmo, 2001, Manajemen Penerimaan Daerah dan Struktur APBD Dalam Era Otonomi Daerah, Surakarta :Workshop: Manajemen Keuangan Daerah

Masykur Wiratmo, 2001, Manajemen Penggalian Potensi Penerimaan Daerah, Surakarta: Workshop: Manajemen Keuangan Daerah.

Roberston, Gordon,2002, Loka Karya Raviu Kinerja, Jakarta : BPKB dan Executive Education

Rogers, Steve, 1994, Performance management in Local Goverment. Essex: Longmans
Wisnu Untoro, dkk, 2000, Modul: Penyusunan Program dan Strategi Anggaran (Aplikasi AHP), Surakarta: LPM-UNS)



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar