PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Pemikiran
tentang kesejahteraan masyarakat sebenamya sudah ada sejak terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Alinea ke-IV Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa
salah satu tujuan dari pembentukan Negara Republik Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara pusat dan Pemerintah Daerah, yang telah diganti
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undangundang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan
Pemerintah Daerah, membawa implikasi terbukanya peluang pembangunan dengan
pendekatan yang lebih sesuai dengan karakteristik wilayah. Pembangunan dengan
pendekatan tersebut akan memberi peluang pada percepatan pembangunan daerah
termasuk pembangunan daerah yang relatif.
Selain
itu pemberian Ijin Mendirikan Bangunan yang untuk selanjutnya disebut IMB,
selalu membutuhkan proses mekanisme yang panjang, waktu yang lama serta
birokrasi yang lamban. Warga masyarakat yang akan mencari Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) harus memperoleh keterangan mulai dari RT, Kelurahan, Kecamatan
dan baru masuk ke Dinas Pekerjaan Umum (bagi bangunan industri) sedangkan untuk
bangunan biasa atau bukan bangunan Industri dalam wilayah Kecamatan Sukamara
diajukan kepada bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah KabupatenSukamara.
Prosedur yang panjang ini tentu menyita banyak energiyang harus dikeluarkan
oleh pengguna jasa. Ketika terjadi kesalahan gambar, prosesnya jadi semakin
panjang dan lama.
Aparat sangat
lamban memperoses masalah ini. Tuntutan masyarakat semakin meningkat, tetapi birokrasi Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) tidak pernah memberikan Respons yang positif.
Penyelenggaraan
pelayanan umum didasarkan pada asas umum pemerintahan yang baik dan bertujuan
untuk memenuhi kewajiban negara melayani publik atau masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya. Persoalan yang timbul saat ini adalah realitas pelaksanaan
fungsi pelayanan pemerintah yang telah dilaksanakan di daerah, khususnya
pelaksanaan fungsi
pelayanan di
bidang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak berjalan sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan masyarakat khususnya pemohon IMB, ketidak puasan pemohon Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) biasanya mengeluhkan proses yang berbelit-belit,
lamban dalam penanganan, biaya tinggi dan kurang cermat dalam penanganan
sehingga sering kali salah dalam melakukan administrasi gambar yang akhirnya
pemohon harus mengikuti prosedur tambahan / mengulang prosedur yang
memperpanjang waktu penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Implementasi fungsi pelayanan
Pemerintah dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)?
2. Kendala-kendala apakah yang dihadapi oleh
Pemerintah dalam Implementasinya terhadap Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mewujudkan harapan masyarakat?
3. Upaya
apakah yang dilakukan Pemerintah dalam
rangka mengatasi kendala menuju pada standar pelayanan pemberian Ijin
Mendirikan Bangunan?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui dan menganalisa Implementasi fungsi pelayanan Pemerintah dalam
pemberian Ijin mendirikan Bangunan
2. Untuk
mengetahui dan menganalisa Kendala-kendala apakah yang dihadapi oleh Pemerintah
dalam Implementasinya terhadap Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai bentuk
tanggung jawab pemerintah dalam mewujudkan harapan masyarakat
3. Untuk
mengetahui dan menganalisa upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangka
mengatasi kendala menuju pada standar pelayanan pemberian Ijin Mendirikan
Bangunan
1.4
Manfaat
1. Bagi
ilmu pengetahuan, diharapkan secara teoritis dapat memberikan kontribusi bagi
pembangunan ilmu hukum, khususnya dalam bidang Hukum Administrasi Negara
2. Bagi
pembangunan, diharapkan memberikan umpan balik kepada Pemerintah beserta elemen
elemen yang terkait sehingga Pemerintah lebih membuka diri dan mau bermitra
dengan berbagai pihak
PEMBAHASAN
2.1
Analisis
Potensi Penerimaan Asli Daerah
A.
Retribusi
IMB
Sebagai
hukum yang tidak tertulis Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik hasil dari rechtvinding.
Sebagai norma pemerintahan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik merupakan
jenis norma khusus. Persoalan ini bisa dicontohkan dengan tugas-tugas petugas
pelayanan IMB yang memiliki wewenang untuk melakukan tindakan penerbitan IMB
sebagaimana diatur dalam Perda. Perlu ditekankan disini bahwa isi dari Perda
adalah norma kewenangan, yaitu norma pemerintahan (bestuur). Dan patut
memperhatikan asas asas umum pemerintahan yang baik berupa asas kecermatan.
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang keadaan dan pelaksanaan Pemberian IMB
dengan memperhatikan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, maka dalam
keputusan hukum administrasi, Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik
disitematisasi atau klasifikasi antara lain sebagai berikut :
a. asas-asas
formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi :
- asas kecermatan formal
- asas fairplay
b. asas formal mengenal formulasi
keputusan yang meliputi:
- asas pertimbangan
- asas kepastian hukum formal
·
asas-asas material mengenai isi
keputusan yang meliputi
- asas kepastian hukum
- asas kepercayaan atau asas
harapan-harapan yang telah ditimbulkan
- asas persamaan
- asas kecermatan material
- keseimbangan
Kiranya
asas-asas tersebut dapat dijadikan pedoman dan tolok ukur, sepanjang
berkesesuaian dengan Pancasila dan UUD 1945, agama, hukum adat dan hukum
positif lainnya. Asas-asas umum pemerintahan Indonesia yang adil dan patut itu
dirinci sebagai berikut :
1. Asas
persamaan
2. Asas
keseimbangan, keserasian, keselarasan
3. Asas
menghormati dan memberikan haknya setiap orang
4. Asas
ganti-rugi karena kesalahan
5. Asas
kecermatan
6. Asas
kepastian hukum
7. Asas kejujuran
dan keterbukaan
8. Asas larangan
menyalahgunakan wewenang
9. Asas larangan
sewenang-wenang
10. Asas
kepercayaan atau pengharapan
11. Asas
motivasi
12. Asas
kepantasan atau kewajaran
13. Asas
pertanggung jawaban
14. Asas
kepekaan
15. Asas
penyelenggaraan kepentingan umum
16. Asas
kebijaksanaan
17. Asas itikad
baik
Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan secara lebih jelas lagi pengertian pada tiap-tiap
asas, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Asas
persamaan
Asas
persamaan dijadikan salah satu arti dari keadilan dengan penafian terhadap
pembedaan apapun. Hal ini perlu dijelaskan karena apabila dengan persamaan
menjadi bentuk-bentuk beragam tidak terjaga untuk dimiliki dan mengharuskan
memandang setiap orang dengan pandangan yang sama, ini
dapat berarti
keadilan adalah kezaliman itu sendiri. Apabila suatu pemberian yang sama
dipandang adil maka tidak memberikan sesuatu kepada semuanya berarti juga adil.
Persamaan maksudnya adalah memelihara persamaan ketika hak memilikinya sama
atau terhadap kejadian yang sama dan fakta yang sama,
dilakukan hal
yang sama pula.
Asas
persamaan menghendaki agar dalam menghadapi kasus atau fakta yang sama,
badan/pejabat tata usaha negara mengambil tindakan (keputusan) yang sama pula.
Asas ini sepintas dapat menimbulkan kekaburan bilamana dihadapkan dengan
pendapat Van Vollenhoven yakni asas kasuistis dalam
melaksanakan
tindakan di bidang administrasi negara. Artinya suatu peristiwa tertentu tidak
dapat diberlakukan terhadap peristiwa lainnya. Dengan demikian prinsip kasuistis
ini sesungguhnya menghendaki perbedaan tindakan atau keputusan tersendiri
atas peristiwa tertentu sehingga keputusan itupun tidak
berlaku umum.
Kekaburan pengertian terhadap asas kasuistis ini dapat diatasi dengan
berpegang pada sikap bahwa badan/pejabat tata usaha negara tetap bertindak
secara kasuistis (terhadap berbagai fakta) dalam menghadapi
masalah-masalah pada bidangnya masing-masing, namun bersamaan dengan itu harus
dijaga pula agar dalam menghadapi peristiwa dan fakta yang sama janganlah
sampai
badan/pejabat tata usaha negara mengambil tindakan/keputusan yang sifatnya
saling bertentangan. Dalam menghadapi pemohon IMB maka Pemkab Sukamara harus
memperlakukan sama antara satu pemohon dengan pemohon
yang lain
2. Asas
keseimbangan, keserasian, keselarasan
Hukum,
ekonomi, sosial budaya, keamanan dan lainnya. Kesemuanya aktivitas itu harus
diletakkan dan didistribusikan secara seimbang. Pancasila sebagai pandangan
hidup, kepribadian negara dan bangsa pada dasarnya mengandung prinsip keseimbangan,
keserasian dan keselarasan. prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
tersebut sebagai asas Pembangunan Nasional. Penjabaran asas keseimbangan,
keserasian dan keselarasan ini ditemukan pula pada Konsiderans dan Penjelasan
UU. No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Undang-undang
ini disebutkan perlunya diwujudkan dan dijamin terpeliharanya hubungan yang
seimbang, serasi dan selaras antara aparatur dibidang tata usaha negara dengan
para warga masyarakat. Untuk itu setiap tindakan badan/pejabat usaha negara
dalam segala aspeknya hendaknya didasari oleh asas keseimbangan, keserasian,
dan keselarasan. Demikian pula dalam timbulnya benturan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Asas
keseimbangan keserasian dan keselarasan ini harus pula dilaksanakan dalam
memberikan denda terhadap pemohon IMB yang melanggar perda yang dijatuhkan oleh
seorang petugas yang berwenang berkaitan dengan IMB.
3. Asas
menghormati dan memberikan haknya setiap orang
Asas
ini pada dasarnya mengharuskan setiap orang menghormati, melindungi, menegakkan
dan memberikan apa yang menjadi haknya orang lain, baik secara individual
maupun secara kelompok disebut hak sosial atau keadilan sosial termasuk
mendapatkan Ijin mendirikan Bangunan .
4. Asas
ganti-rugi karena kesalahan
Asas
ini pada dasarnya menghendaki agar terhadap seseorang yang mengalami kerugian
moril maupun materiil akibat kesalahan yang dilakukan oleh badan/pejabat tata usaha negara, berhak
untuk memperoleh ganti rugi dan rehabilitasi. Sebaliknya bagi
badan/pejabat tata usaha negara wajib untuk membayar ganti rugi dan rehabilitasi
atas kesalahan yang dilakukannya.
Demikian
pula halnya bagi pemerintah yang terlambat mengeluarkan Ijin IMB maka dapat
menimbulkan kerugian Bagi pihak lain maka selayaknya harus tepat dalam
mengeluarkan IMB.
5. Asas
Kecermatan
Asas
ini menghendaki agar badan/pejabat tata usaha negara senantiasa bertindak
secara berhati-hati agar tidak dapat menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.
Timbulnya kerugian itu dapat terjadi baik karena akibat tidak mengeluarkan
keputusan tata usaha negara yang dimohonkan atau karena tidak
melakukan suatu
perbuatan yang seharusnya dilakukannya. Misalnya salah dalam menuliskan
identitas pemohon IMB yang dapat berakibat eror in persona orang yang dituju
Ijin tersebut menjadi tidak jelas.
6. Asas
kepastian hukum
Asas
ini menghendaki adanya kepastian hukum dalam arti :
a. Dihormatinya
hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan/pejabat
tata usaha negara dan keputusan itu tidak akan dicabut kembali oleh
badan/pejabat usaha negara, meskipun surat keputusan itu mengandung kekurangan.
Jika badan/pejabat tata usaha negara dapat sewaktu-waktu mencabut atau
membatalkan suatu surat keputusan yang telah dikeluarkannya. Tindakan demikian
kecuali dapat merugikan penerima surat keputusan juga dapat menimbulkan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap setiap tindakan yang dilakukan oleh
badan/pejabat tata usaha negara. Karena ketiadaan kepastian hukum masyarakat
akan selalu meragukan setiap tindakan yang dilakukan oleh badan/pejabat tata
usaha negara. Masyarakat akan selalu dibayangi keraguan terhadap suatu hak yang
telah diperolehnya, karena hak tersebut sewaktu-waktu dapat saja dicabut atau
dibatalkan kembali oleh badan/pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
ataupun oleh atasanya. Karena itu adanya klausule dalam setiap surat
keputusan tata usaha negara yang berbunyi : “jika dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam surat keputusan ini, maka surat keputusan ini akan ditinjau
kembali” merupakan hal yang keliru, tidak bermanfaat dan mubazir, sebab dapat
menggoyahkan sendisendi kepastian hukum.Ketentuan hukum administratif yang
berlaku menyatakan bahwa demi kepastian hukum setiap keputusan badan/pejabat
tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum,
karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya
dan dinyatakan sebagai keputusan yang melawan hukum oleh hakim peradilan tata
usaha negara. Asas ini merupakan salah satu asas dalam Hukum Administrasi dan
peradilan tata usaha negara. Dengan demikian asas ini mempertegas bahwa
terhadap suatu kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan oleh badan / pejabat
tata usaha negara merupakan resiko yang harus ditanggung oleh badan / pejabat
tata usaha negara tersebut, bukan sebaliknya resiko dibebankan kepada pihak
penerima keputusan tata usaha negara.
b. Suatu
surat keputusan yang dikeluarkan oleh badan / pejabat tata usaha negara tidak
boleh diberlakukan surut terhadap suatu keadaan atau objek tertentu, utamanya
terhadap hal-hal yang bersifat membebankan dan merugikan pihak penerima
keputusan. Meskipun keputusan tata usaha negara berlaku surut itu bersifat
menguntungkan, tetapi tindakan demikian dilihat dari segi kepastian hukum tetap
merupakan tindakan yang dapat menimbulkan akibat goncangnya sendi-sendi
kepastian hukum.
Dalam
hal permohonan IMB kepastian hukum dicerminkan dalam kepastian prosedur dan
tahapan, kepastian rumus penghitungan biaya dll.
7. Asas
Kejujuran dan Keterbukaan
Asas
kejujuran atau keterbukaan atau permainan yang layak, sering juga disebut asas fair
play. Istilah fair play ini agak sukar dicarikan padanannya yang
tepat dalam bahasa Indonesia. Asas ini mungkin lebih tetap dikaitkan dengan
asas demokrasi.
Umumnya
asas ini dimasukkan sebagai asas formal dalam pembentukan suatu
keputusan tata usaha negara. Jika asas fair play dikaitkan dengan
asas demokrasi, maka asas ini berarti menghendaki adanya partisipasi atau
keterlibatan warga dalam setiap pengambilan keputusan. Karena itu penerapan
asas ini harus pula ditopang dengan keterbukaan, kejujuran dan permainan yang
layak.
Asas
fair play dapat pula berarti pejabat tata usaha negara memberikan
kesempatan yang seluas-luasnys kepada warga masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar dan adil, bahkan sekaligus berkesempatan memberikan
respons atau suatu informasi yang kurang jelas atau tidak benar, sehingga dapat
memberikan
kesempatan yang luas untuk menuntut kebenaran dan keadilan. Dengan asas fair
play diharapkan dapat diantisipasi kemungkinan petugas Pelayanan IMB
memberikan informasi yang kurang jelas, menyesatkan, berat sebelah atau
subjektif. Badan/pejabat tata usaha negara tidak boleh menghalang-halangi warga
dalam membela hak-haknya, juga tidak boleh sampai timbul kesan memihak.
8. Asas larangan
menyalahgunakan wewenang
Asas
larangan menyalah gunakan wewenang dalam istilah bahasa Perancis disebut d’etournamen
de pouvair. Pemberian setiap (suatu) wewenang oleh peraturan
perundang-undangan di dalamnya selalu disertai dengan maksud atau tujuan
diberikannya wewenang tersebut. Karena itu, suatu kewenangan yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan tersebut harus dipergunakan sesuai dengan
maksud dan tujuan diberikannya wewenang itu. Jika kemudian wewenang itu
dipergunakan lain dari maksud dan tujuan semula diberikannya wewenang tersebut,
maka penggunaan wewenang yang disalahgunakan itu disebut d’etournemen de
povair. Dengan demikian, pemberian suatu wewenang pada dasarnya harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan wewenang itu harus dipergunakan
sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya wewenang itu, sehingga wewenang
itu tidak boleh dipergunakan untuk
kepentingan
pribadi. Implementasi Petugas Pelayanan dalam memberikan IMB
berdasarkan asas
ini adalah dengan tidak melakukan pungutan liar diluar biaya resmi yang
ditentukan dalam permohonan IMB.
9. Asas Larangan
Sewenang-Wenang
Asas
larangan berbuat sewenang-wenang dalam bahasa Belanda disebut willekeur dan
dalam bahasa Perancis disebut a bus de. Artinya jika
saja suatu tindakan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka tindakan itu tidak sampai pada tindakan
sewenang-wenang. Timbulnya tindakan sewenang-wenang dapat terjadi karena
tidak semua fakta
yang relevan dikumpulkan dan dipertimbangkan, sehingga kurang lengkap, misalnya
keputusan Penolakan Permohonan IMB oleh seorang pegawai Pemerintah
10. Asas
kepercayaan atau pengharapan;
Asas
kepercayaan dan pengharapan menentukan bahwa setiap tindakan badan / pejabat
tata usaha negara haruslah menimbulkan kepercayaan dan penghargaan bagi mereka
yang dikenai tindakan itu. Suatu kepercayaan atau pengharapan yang terlanjur
diberikan kepada seseorang hendaknya tidak dicabut kembali, meskipun ternyata
terdapat kekhilafan atau kekeliruan di dalamnya. Jika akibat kekhilafan atau
kekeliruan itu menimbulkan kerugian, hendaknya kerugian tidak dibebankan kepada
mereka yang terlanjur menerima kepercayaan atau pengharapan itu. Kerugian yang
ditimbulkan itu hendaklah ditanggung secara konsekuen oleh badan / pejabat tata
usaha negara terikat akan janjinya.
11. Asas
Motivasi
Asas
motivasi merupakan salah satu asas penting dalam hukum administrasi negara,
utamanya dalam mewujudkan suatu pembuatan pemerintah yang dituangkan dalam
suatu bentuk keputusan (beschikking). Setiap keputusan badan / pejabat
tata usaha negara yang dikeluarkan harus didasari dengan alasan dan alasanya
harus jelas, terang, benar, objektif dan adil. Motivasi perlu dimasukkan agar
setiap orang dapat dengan mudah mengetahui alasan atau pertimbangan
dikeluarkannya keputusan badan / pejabat tata usaha negara tersebut, terutama
bagi pihak yang terkena langsung keputusan itu, sehingga mereka yang tidak puas
dapat mengajukan keberatan atau banding dengan
menggunakan
alasan/pertimbangan atau motivasi dikeluarkannya keputusan badan/pejabat tata
usaha negara itu sebagai titik pangkal pembahasanya. Jadi inti dari asas
motivasi bahwa seseorang yang terkena keputusan tata usaha negara dan merasa
dirugikan oleh keputusan itu berhak untuk memperoleh
alasan atau
pertimbanganya. Demikian pula bagi Hakim peradilan tata usaha negara akan
dengan mudah memberikan penilaiannya atas suatu keputusan tata usaha negara
yang disengketakan dengan membaca motivasinya. Motivasi itu dicantumkan dalam
bagian konsiderans atau bagian menimbang dalam setiap surat keputusan
badan/pejabat tata usaha negara, karenanya dimasukkan sebagai bagian asas
formal.
Alasan
penolakan IMB selalu diikuti dengan pertimbangan /motivasi yang dicantumkan
dengan tegas pada surat penolakan permohonan IMB, hal ini guna memenuhi asas
motivasi.
12. Asas
Kepantasan atau Kewajaran
Asas
ini menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi dalam hal ini
petugas pelayanan IMB Pemerintah hendaknya selalu dilakukan dalam batasbatas
kepantansan, kewajaran atau kepatutan yang hidup dalam
masyarakat.
13. Asas
Pertanggung Jawaban.
Asas
pertanggung-jawaban menghendaki setiap tindakan badan/pejabat adminstrasi
termasuk mengeluarkan Ijin IMB harus dapat dipertanggungjawabkan, baik menurut
ketentuan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis, yakni asas-asas umum
pemerintahan yang adil dan layak. Sebagai pejabat administrasi negara yang baik
dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam rangka menjelmakan penyelenggaraan
pemerintah yang stabil, bersih dan berwibawa, setiap sikap-sikapnya harus juga
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
14. Asas
Kepekaan
Asas-asas
umum pemerintahaan yang adil dan layak sebagai salah satu sumber hukum administrasi
negara tidak tertulis, lebih bersifat dinamis dalam mengikuti perkembangan
baru, situasi yang berubah dan berkembang dengan cepat dibandingkan dengan
hukum tertulis.
Karena
itu pejabat tata usaha negara harus pula peka, tanggap dan peduli terhadap perubahan
dan perkembangan situasi tersebut. Hendaknya dihindari sikap tindak pejabat
tata usaha negara yang tidak sensitif, tidak tanggap terhadap situasi yang
telah berubah, sehingga akibatnya menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.
Misalnya seorang warga memasukkan permohonan IMB kepada suatu instansi tanpa
mengetahui bahwa instansi tersebut bukan instansi berwenang mengurus permohonan
itu, baik sejak semula maupun karena terjadi perubahan dalam instansi itu.
Untuk itu pejabat yang menerima permohonan harus peka, sensitif atau tanggap
dan wajib mengirim permohonan itu kepada instansi yang berwenang serta wajib
memberitahukannya kepada pemohon.
15. Asas
Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Asas
penyelenggaraan kepentingan umum sejalan dengan tujuan pemerintahan negara
Republik Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945. Karena itu tujuan utama
administrasi negara haruslah mewujudkan tujuan pemerintahan negara Republik
Indonesia tersebut, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sikap tindak
pejabat tata usaha negara harus dibangun atas pengabdian
dan kesetiaanya
terhadap tujuan negara, artinya tidak untuk kepentingan individual dan atau
sekelompok orang tertentu. Meskipun demikian Pancasila yang meletakkan
keseimbangan, keselarasan, dan keserasian harus tetap menjadi pedoman dalam
bertindak.
16. Asas
Kebijaksanaan
Asas
kebijaksanaan diperlukan oleh administrasi negara, fungsi utamanya adalah
mengisi kekosongan dan atau kekurangan peraturan perundang-undangan.
Kebijaksanaan yang dituangkan dalam bentuk tertulis disebut beleidregel,
freies Ermessen atau policy rule atau Peraturan Kebijaksanaan.
17. Asas itikad
baik
Setiap
tindakan badan / pejabat tata usaha negara harus dilandasi itikad baik untuk
menjelmakan masyarakat adil dan makmur. Itikad baik tersebut terutama adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasarkan persatuan. Artinya segenap bangsa Indonesia termasuk setiap rakyat
Indonesia.
B.
Target
dan Realisasi penerimaan Retribusi daerah tahun anggaran 2006 hingga 2010 (ribuan
rupiah)
Tahun
|
Jenis
Penerimaan
|
Target
|
Realisasi
|
Persentase
|
2006
|
Retribusi
IMB
|
500.000
|
71.729
|
14,35
|
2008
|
Retribusi
IMB
|
900.000.000
|
703.330.634
|
78,15
|
2009
|
Retribusi
IMB
|
250.000.000
|
880.000.000
|
70,40
|
2010
|
Retribusi
IMB
|
400.000.000
|
373.707.145
|
93,43
|
Dari
tabel di atas dapat diketahui bahwa target penerimaan retribusi daerah tahun
2006 hingga 2010 terus meningkat dari tahun sebelumnya.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
a.
Fungsi
Pelayanan Pemerintah Dalam Implementasi Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan
dalam Perspektif AAUPB dan Undang-Undang
1. Penyelenggaraan
Fungsi Pelayanan Pemerintah Dalam Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku Pemerintah bertugas menyelenggarakan Pemerintahan dengan menjalankan
urusan pemerintahan berdasar undang-undang yang berlaku. Termasuk diantaranya
adalah kewenangan memberikan Ijin IMB yang pelaksanaannya harus tundu pada
berbagai peraturan perundangan yang berlaku Tentang Ijin Mendirikan Bangunan.
Dengan demikian penyelenggaraan Implementasi penerbitan IMB berlandaskan ada
perauran perundang-undanganterkait.
2. Penyelenggaraan Fungsi Pelayanan Pemerintah
Dalam Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan
Berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Berbicara mengenai
penyelenggaraan pemerintahan yang baik memang menyulitkan mengingat tidak
adanya peraturan hukum yang secara eksplisit menyatakan tentang penyelenggaraan
yang baik. Namun juga harus memperhatikan Asas-asas umum pemerintahan yang baik
tersebut sebagai ukuran standard penyelenggaraan pemerintah yang baik khususnya
dalam penerbita ijin IMB.
b. Kendala
Implementasi Pemberian IMB
·
Faktor-Faktor Penyebab Implementasi
Pemberian IMB Belum Efektif
1.
Faktor
Peraturan Perundang-undangan : Lemahnya Aspek
Sosiologis dalam Peraturan Daerah
Tentang IMB karena kurang sosialisasi
2.
Faktor Aparat
: Petugas Pelayanan IMB dan Satpol PP sebagai Lembaga
Penegakan Hukum Perda IMB Belum Berfungsi secara Optimal
3.
Faktor
Kesadaran Hukum Masyarakat : Kurangnya Taraf
Kesadaran dan Kepatuhan Hukum Masyarakat berkaitan dengan Kesadaran mengajukan
permohonan IMB
Upaya-Upaya
Dilakukan untuk Mengoptimalkan Implementasi Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan:
1)
Peningkatan pengawasan sebagai instrumen
kendali disiplin Aparat Pelayanan Permohonan IMB
2)
Penerapan pola pembinaan yang tepat dan
berdaya guna dengan Pendisiplinan yang Manusiawi dalam meningkatkan kualitas
pelayanan permohonan IMB kepada Masyarakat
3)
Keteladanan Pimpinan dalam menyegerakan
melayani pemohon IMB
3.2 Saran
a.
Memperbaiki dan melengkapi faktor-faktor
yang menjadi kendala Penebitan IMB, salah satunya adalah dengan Mengefektifkan
Peraturan Daerah tentang IMB melalui penerapkan sanksi yang lebih berbobot
untuk menimbulkan efek jera, Meningkatkan Sosialisasi Peraturan Daerah Tentang
IMB guna Kesadaran hukum masyarakat dalam kegiatan membangun bangunan.
b.
Melakukan Upaya-Upaya dengan peningkatan
pengawasan sebagai instrumen kendali Pegawai Negeri Sipil; Penerapan pola
pembinaan yang tepat dan berdaya guna dengan Pendisiplinan yang manusiawi;
serta Keteladanan para pimpinan.
DAFTAR PUSTAKA
Http:)//www.google.com
Data dari badan pusat statistik
kota kendari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar